8/20/2014

Makanan Kuliner Khas Kudus

B

erita 

Pertama kali mendengar nama Kudus, mungkin hal pertama yang bisa kita ingat adalah nama salah satu Wali Songo, Sunan Kudus, salah satu tokoh penyebar agama Islam di daerah Jawa. Tapi tulisan kali ini bukanlah cerita mengenai seperti apa lika-liku Sunan Kudus dalam menyebarkan agama Islam di sana, bukan. 



Tulisan ini akan bercerita sedikit mengenai kuliner apa saja yang bisa kita temukan di Kudus, yang merupakan kabupaten terkecil di Jawa Tengah dengan luas wilayah mencapai 42.516 Ha yang terbagi dalam 9 kecamatan. 



Soto Kaki Kambing Gang Tiga


Soto Kaki Kambing merupakan salah satu menu makanan favorit di Kudus. Konon, tempat makan yang bisa dikategorikan sederhana dan harus dilewati dengan berliku-likut itu pernah masuk Koran Suara Merdeka. Apalagi kalau makannya sambil ditambah dengan susu kedelai, rasanya maknyus banget. Kalau datang telat sedikit aja, kita bakalan kehabisan si menu utama, soto kaki kambing. Sama seperti nasib saya dulu di mana akhirnya jadi pesan soto kambing.


   Nasi Opor, Sunggingan

Di Kudus pun ada tempat beli sarapan yang juga luar biasa ramai, Nasi Opor Sunggingan di Jl Niti Semito 9. Di tempat ini menu andalannya "Nasi Opor Ayam". Ada dua pilihan bagian yang bisa dipesan; dada dan paha. Nasi Opor seharga Rp 7.000 itu dihidangkan dengan suwiran ayam dan potongan-potongan tahu kecil. Jangan terlalu berharap kalau makanan ini disajikan dalam jumlah besar. Nasi opor ini disajikan dalam jumlah cukup yang mengenyangkan. Kita menyantapnya sendok yang terbuat dari daun pisang yang dilipat. Lo harus ngerasain gimana rasanya nyendok pake daun pisang ini. Mengambil nasi dan potongan ayam yang pastinya tidak mungkin dalam jumlah yang besar. Pengalaman barucoyyy

Lentog Tanjung



Apa itu lentog? Lentog itu semacam nasi opor ayam, tapi tanpa daging ayamnya. Klo dari Wikipedia,

Lentog adalah makanan khas Kudus yang merupakan campuran lontong dan sayur lodeh. Selain itu sebagai pelengkap biasanya terdapat sate telur puyuh dengan rasa khas kudus. Lentog banyak dijual oleh pedagang kaki lima di Kudus. Biasanya Lentog dijual pada pagi hari sampai siang (Wikipedia)

Penjual lentog biasanya berjejer di pinggir jalan. Tapi untuk mengetahui tempat makan yang paling enak tidaklah susah. Cukup lihat saja mana yang ramai dikunjungi. Dengan harga Rp 2500,00 sudah dapat diperoleh satu porsi Lentog. Kalau mau nambah sate telur puyuh dan bakwan, paling nambah 1500, jadinya harga total 4000 perak. Cukup mengenyangkan untuk sarapan pagi. Rasanya pun khas sekali.


Nasi Pindang


Pilihan lain untuk menyantap sarapan adalah nasi pindang, rekomendasi dari saya untuk makanan ini adalah Rumah Makan Jati Putra Pak Yono. Konon katanya, tempat ini bakalan rame kalau udah masuk jam 10-11an. Pengunjung yang datang kemudian harus menunggu sampai berdiri di depan pintu masuk. Mereka rela melakukan hal tersebut semata-mata demi makan di tempat ini. Luar biasa. Cobalan memesan menu yang direkomendasikan, "Nasi Pindang pake Limpa". Nasi yang dihidangkan di atas piring dengan daun melinjo dan "dibanjiri" oleh kuah kaldu pindang. Rasa kuahnya manis. 

Nasi Ayam Mentok, Kasmini


Kalau mau mencoba datang ke tempat ini, cobalah bertanya dengan patokan alamat Kasmini Pasar Kliwon. Wow, nama yang cukup spooky yak! Bayangin aja kalau ke kita ke sana pas malam Jumat Kliwon, pasti langitnya gelap deh, soalnya mataharinya udah terbenam. Di sana menunya cukup beragam, ada telur tahu, ayam goreng, dan pempek. Kalau kemarin, yang diincer teman-teman saya adalah pempeknya. Coba pesan juga Nasi Ayam Mentok dan lihatlah ukuran potongan daging ayam yang dihidangkannya.


Ayam Gongso

 
 
Cobalah Ayam Gongso di Warung Makan Sadam. Apa itu ayam gongso? Ayam Gongso adalah ayam dengan bumbu kecap cabai. Hampir bisa dikatakan kalau potongan daging ayam tersebut hampir tertutup hitam oleh kecap. Hitam eksotis menggoda selera. Ayam Gongso bisa juga dihidangkan dengan nasi goreng. Kompilasi yang sederhana namun tetap punya cita rasa yang tinggi.

Garang Asem

image from google.com

Cobalah mampir ke Rumah Makan Sari Rasa, garang asem lezat dan segar akan menggoyang lidah anda dengan hangatnya. Nama garang asem hakikatnya merujuk pada rasa makanan dan cara memasaknya. Garang asem adalah lauk yang dimasak dengan cara dibungkus daun pisang dan dikukus (digarang/dipanaskan). Lauknya bisa apa saja, seperti berlaku pada masakan pepes, misalnya ayam, jeroan, ikan, jamur, atau tahu. Rasanya agak asem (asam) karena lauk tadi dicampuri irisan tomat hijau.


Sate Kerbau




Gak afdol rasanya kalau ke Kudus tapi belum mencoba salah satu menu kuliner termasyurnya, Sate Kerbau. Rasanya lezat, empuk, dan sedikit menyerupai rasa dendeng sapi.

Sate kerbau banyak didapat di Jl. Gang I, Jl. Gang III, Jl. Pemuda dan tempat-tempat di sekitar Kota Kudus. Namun yang paling melegenda di tanah Kudus, adalah Sate Kudus Pak Min. Jangan kaget jika jam buka warungnya hanya sebentar, kira-kira sekitar pukul 07.30-09.00 WIB, karena biasanya sejak pagi sudah banyak yang antre. Dan sekitar pukul 10 rata-rata sudah habis.

Soto Kerbau

sumber


Sebagai bentuk penghormatan terhadap agama Hindu dari Sunan Kudus, maka orang Kudus memilih menggunakan daging kerbau sebagai pengganti sapi. Ketika zaman penyebaran Islam di pulau Jawa khususnya Jawa Tengah oleh Wali Songo, mayoritas masyarakat di Kudus pada saat itu masih beragama Hindu. Jadi, untuk menghormati pemeluk agama Hindu, Wali Songo meminta penduduk Kudus saat itu untuk menggunakan daging kerbau. Termasuk dalam makanan ini, Soto Kerbau.

Tempat yang terkenal di antaranya Soto Kerbau Bu Jatmi atau Bu Dibyo.

Soto Kudus



Siapa tidak mengenal Soto Kudus? Dalam semangkuk soto ayam terdiri dari dari nasi putih, taoge, irisan seledri dan irisan daging ayam dengan kuah yang bening serta taburan remahan bawang putih goreng di atasnya. Kekhasan sotonya yang berbeda bisa dirasakan dari suapan pertamanya, di mana kelezatannya bumbunya terasa lebih ringan (dibandingkan dengan soto khas Jawa Timuran) dan segar. 

8/19/2014

sejarah rokok kretek


Sejarah Rokok Kretek

Rokok kretek adalah rokok yang menggunakan tembakau asli yang dikeringkan, dipadukan dengan saus cengkeh dan saat dihisap terdengar bunyi kretek-kretek. Rokok kretek berbeda dengan rokok yang menggunakan tembakau buatan. Jeniscerutu merupakan simbol rokok kretek yang luar biasa, semuanya alami tanpa ada campuran apapun, dan pembuatannya tidak bisa menggunakan mesin. Masih memanfaatkan tangan pengrajin. Ulasan tentang sejarah rokok kretek di Indonesia bermula dari kota Kudus.
Kisah kretek bermula dari kota Kudus. Tak jelas memang asal usul yang akurat tentang rokok kretek. Menurut kisah yang hidup dikalangan para pekerja pabrik rokok, riwayat kretek bermula dari penemuan Haji Djamari pada kurun waktu sekitar akhir abad ke-19. Awalnya, penduduk asli Kudus ini merasa sakit pada bagian dada. Ia lalu mengoleskan minyak cengkeh. Setelah itu, sakitnya pun reda. Djamari lantas bereksperimen merajang cengkeh dan mencampurnya dengan tembakau untuk dilinting menjadi rokok.[1]
Kala itu melinting rokok sudah menjadi kebiasaan kaum pria. Djamari melakukan modifikasi dengan mencampur cengkeh. Setelah rutin menghisap rokok ciptaannya, Djamari merasa sakitnya hilang. Ia mewartakan penemuan ini kepada kerabat dekatnya. Berita ini pun menyebar cepat. Permintaan "rokok obat" ini pun mengalir. Djamari melayani banyak permintaan rokok cengkeh. Lantaran ketika dihisap, cengkeh yang terbakar mengeluarkan bunyi "keretek", maka rokok temuan Djamari ini dikenal dengan "rokok kretek". Awalnya, kretek ini dibungkus klobot atau daun jagung kering. Dijual per ikat dimana setiap ikat terdiri dari 10, tanpa selubung kemasan sama sekali. Rokok kretek pun kian dikenal. Konon Djamari meninggal pada 1890. Identitas dan asal-usulnya hingga kini masih samar. Hanya temuannya itu yang terus berkembang.
Sepuluh tahun kemudian, penemuan Djamari menjadi dagangan memikat di tangan Nitisemito, perintis industri rokok di Kudus. Bisnis rokok dimulai oleh Nitisemito pada 1906 dan pada 1908 usahanya resmi terdaftar dengan merek "Tjap Bal Tiga". Bisa dikatakan langkah Nitisemito itu menjadi tonggak tumbuhnya industri rokok kretek di Indonesia.
Menurut beberapa babad legenda yang beredar di Jawa, rokok sudah dikenal sudah sejak lama. Bahkan sebelun Haji Djamari dan Nitisemito merintisnya. Tercatat dalam Kisah Roro Mendut, yang menggambarkan seorang putri dari Pati yang dijadikan istri oleh Tumenggung Wiroguno, salah seorang panglima perang kepercayaan Sultan Agung menjual rokok "klobot" (rokok kretek dengan bungkus daun jangung kering) yang disukai pembeli terutama kaum laki-laki karena rokok itu direkatkan dengan ludahnya.

Awal usaha Kretek

Nitisemito seorang buta huruf, putra Ibu Markanah di desa Janggalan dengan nama kecil Rusdi. Ayahnya, Haji Sulaiman adalah kepala desa Janggalan. Pada usia 17 tahun, ia mengubah namanya menjadi Nitisemito. Pada usia tersebut, ia merantau ke MalangJawa Timur untuk bekerja sebagai buruh jahit pakaian. Usaha ini berkembang sehingga ia mampu menjadi pengusaha konfeksi. Namun beberapa tahun kemudian usaha ini kandas karena terlilit hutang. Nitisemito pulang kampung dan memulai usahanya membuat minyak kelapa, berdagang kerbau namun gagal. Ia kemudian bekerja menjadi kusir dokar sambil berdagang tembakau. Saat itulah dia berkenalan dengan Mbok Nasilah, pedagang rokok klobot di Kudus.

Mbok Nasilah, yang juga dianggap sebagai penemu pertama rokok kretek, menemukan rokok kretek untuk menggantikan kebiasaan nginang pada sekitar tahun 1870. Di warungnya, yang kini menjadi toko kain Fahrida di Jalan Sunan Kudus, Mbok nasilah menyuguhkan rokok temuannya untuk para kusir yang sering mengunjungi warungnya. Kebiasaan nginangyang sering dilakukan para kusir mengakibatkan kotornya warung Mbok Nasilah, sehingga dengan menyuguhkan rokok, ia berusaha agar warungnya tidak kotor. Pada awalnya ia mencoba meracik rokok. Salah satunya dengan menambahkan cengkeh ke tembakau. Campuran ini kemudian dibungkus dengan klobot atau daun jagung kering dan diikat dengan benang. Rokok ini disukai oleh para kusir dokar dan pedagang keliling. Salah satu penggemarnya adalah Nitisemito yang saat itu menjadi kusir.
Nitisemito lantas menikahi Nasilah dan mengembangkan usaha rokok kreteknya menjadi mata dagangan utama. Usaha ini maju pesat. Nitisemito memberi label rokoknya "Rokok Tjap Kodok Mangan Ulo" (Rokok Cap Kodok makan Ular). Nama ini tidak membawa hoki malah menjadi bahan tertawaan. Nitisemito lalu mengganti dengan Tjap Bulatan Tiga. Lantaran gambar bulatan dalam kemasan mirip bola, merek ini kerap disebut Bal Tiga. Julukan ini akhirnya menjadi merek resmi dengan tambahan Nitisemito (Tjap Bal Tiga H.M. Nitisemito).
Bal Tiga resmi berdiri pada 1914 di Desa Jati, Kudus. Setelah 10 tahun beroperasi, Nitisemito mampu membangun pabrik besar diatas lahan 6 hektare di Desa jati. Ketika itu, di Kudus telah berdiri 12 perusahaan rokok besar, 16 perusahaan menengah, dan tujuh pabrik rokok kecil (gurem). Di antara pabrik besar itu adalah milik M. Atmowidjojo (merek Goenoeng Kedoe), H.M Muslich (merek Delima), H. Ali Asikin (merek Djangkar), Tjoa Khang Hay (merek Trio), dan M. Sirin (merek Garbis & Manggis).
Sejarah mencatat Nitisemito mampu mengomandani 10.000 pekerja dan memproduksi 10 juta batang rokok per hari 1938. Kemudian untuk mengembangkan usahanya, ia menyewa tenaga pembukuan asal Belanda. Pasaran produknya cukup luas, mencakup kota-kota di JawaSumateraSulawesiKalimantan bahkan ke Negeri Belanda sendiri. Ia kreatif memasarkan produknya, misalnya dengan menyewa pesawat terbang Fokker seharga 200 gulden saat itu untuk mempromosikan rokoknya ke Bandung dan Jakarta

Perkembangan industri kretek di pulau Jawa

Kretek juga merambah Jawa Barat. Di daerah ini pasaran rokok kretek dirintis dengan keberadaan rokok kawung, yakni kretek dengan pembungkus daun aren. Pertama muncul di Bandung pada tahun 1905, lalu menular ke Garut danTasikmalaya. Rokok jenis ini meredup ketika kretek Kudus menyusup melalui Majalengka pada 1930-an, meski sempat muncul pabrik rokok kawung di Ciledug Wetan.

Sedangkan di Jawa Timur, industri rokok dimulai dari rumah tangga pada tahun 1913 yang dikenal dengan Dji Sam Soe. Tonggak perkembangan kretek dimulai ketika pabrik-pabrik besar menggunakan mesin pelinting. Tercatat PT Bentoel diMalang yang berdiri pada tahun 1930 yang kedua memakai mesin pada tahun 1965 (setelah Dji Sam Soe1960), mampu menghasilkan 6000 batang rokok per menit. PT Gudang GaramKediri dan PT HM Sampoerna tidak mau ketinggalan, begitu juga dengan PT Djarum, Djamboe Bol, Nojorono dan Sukun di Kudus.
Kini terdapat empat kota penting yang menggeliatkan industri kretek di Indonesia; KudusKediriSurabaya dan Malang. Industri rokok di kota ini baik kelas kakap maupun kelas gurem memiliki pangsa pasar masing-masing. Semua terutapa pabrik rokok besar telah mencatatkan sejarahnya sendiri. Begitu pula dengan Haji Djamari, sang penemu kretek. Namun riwayat penemu kretek ini masih belum jelas. Dan kisahnya hidupnya hanya dekrtahui di kalangan pekerja pabrik rokok di Kudus.

Ambruknya rokok kretek Bal Tiga dan munculnya pesaing

Hampir semua pabrik itu kini telah tutup. Bal tiga ambruk karena perselisihan di antara para ahli warisnya. Munculnya perusahaan rokok lain sepertiNojorono/Clas Mild (1930), Djamboe Bol (1937), Djarum (1951), dan Sukun, semakin mempersempit pasar Bal Tiga ditambah dengan pecahnya Perang Dunia II pada tahun 1942 di Pasifik, masuknya tentara Jepang, juga ikut memperburuk usaha Nitisemito. Banyak aset perusahaan yang disita. Pada tahun1955, sisa kerajaan kretek Nitisemito akhirnya dibagi rata pada ahli warisnya.

Ambruknya pasaran Bal Tiga disebut sebut juga karena berdirinya rokok Minak Djinggo pada tahun 1930. Pemilik rokok ini, Kho Djie Siong, adalah mantan agen Bal Tiga di PatiJawa Tengah. Sewaktu masih bekerja pada Nitisemito, Kho Djie Siong banyak menarik informasi rahasia racikan dan strategi dagang Bal Tiga dari M. Karmaen, kawan sekolahnya di HISSemarang yang juga menantu Nitisemito.
Pada tahun 1930, Minak Djinggo, yang penjualannya melesat cepat memindahkan markasnya ke Kudus. untuk memperluas pasar, Kho Djie Siong meluncurkan produk baru, Nojorono. Setelah Minak Djinggo, muncul beberapa perusahaan rokok lain yang mampu bertahan hingga kini seperti rokok Djamboe Bol milik H.A. Ma'roef, rokok Sukun milik M. Wartono dan Djarum yang didirikan Oei Wie Gwan.
Perusahaan rokok kretek Djarum berdiri pada 21 April 1951 dengan 10 pekerja. Oei Wie Gwan, mantan agen rokok Minak Djinggo di Jakarta ini, mengawali bisnisnya dengan memasok rokok untuk Dinas Perbekalan Angkatan Darat. Pada tahun1955, Djarum mulai memperluas produksi dan pemasarannya. Produksinya makin besar setelah menggunakan mesin pelinting dan pengolah tembakau pada tahun 1967.
Di era keemasan Minak Djinggo dan di ujung masa suram Bal Tiga, aroma bisnis kretek menjalar hingga ke luar Kudus. Banyak juragan dan agen rokok bermunculan. Di MagelangSolo dan Yogyakarta, kebanyakan pabrik kretek membuat jenisrokok klembak. Rokok ini berupa oplosan tembakau, cengkeh dan kemenyan.


Sejarah Kota Kudus



 Sejarah Berdirinya Kota Kudus

Nama "Kudus" berasal dari Bahasa Arab yang berarti Suci. Kudus bukan satu-satunya kabupaten yang menyandang nama Arab di Tanah Jawakarena Kabupaten Demak dan Kabupaten Kendal juga berasal dariBahasa Arab.
Kudus awalnya desa kecil di tepi Sungai Gelis, bernama Desa Tajug. Warga hidup dari bertani, membuat batu bata, dan menangkap ikan. Setelah kedatangan Sunan Kudus, desa kecil itu dikenal sebagai Al-Quds yang berarti Kudus. Sunan Kudus yang gemar berdagang menumbuhkan Kudus menjadi kota pelabuhan sungai dan perdagangan di jalur perdagangan Sungai Gelis -> Sungai Wulan -> Pelabuhan Jepara.

Pedagang dari Timur Tengah, Tiongkok, dan pedagang antar pulau dari sejumlah daerah di Nusantara berdagang kain, barang pecah belah, dan hasil pertanian di Tajug. Warga Tajug juga terinspirasi filosofi yang dihidupi Sunan Kudus,Gusjigang. Gus berarti bagus, ji berarti mengaji, dan gang berarti berdagang. Melalui filosofi itu, Sunan Kudus menuntun masyarakat menjadi orang berkepribadian bagus, tekun mengaji, dan mau berdagang. Dari pembauran lewat sarana perdagangan dan semangat ”gusjigang” itulah masyarakat Kudus mengenal dan mampu membaca peluang usaha. Dua di antaranya usaha batik dan jenang.
Berdirinya Masjid Menara Kudus sebagai Hari Jadi Kabupaten KudusMasjid Menara Kudus tidak lepas dari peran Sunan Kudus sebagai pendiri dan pemrakarsa. Sebagaimana para walisongo yang lainnya, Sunan Kudus memiliki cara yang amat bijaksana dalam dakwahnya. Di antaranya, beliau mampu melakukan adaptasi dan pribumisasi ajaran Islam di tengah masyarakat yang telah memiliki budaya mapan dengan mayoritas beragama Hindu dan Budha. Pencampuran budaya Hindu dan Budha dalam dakwah yang dilakukan Sunan Kudus, salah satunya dapat kita lihat pada masjid Menara Kudus ini. Masjid ini didirikan pada tahun 956 H atau 1549 M. Hal ini dapat diketahui dari inskripsi (prasasti) pada batu yang lebarnya 30 cm dan panjang 46 cm yang terletak pada mihrab masjid yang ditulis dalam bahasa Arab.
Kabupaten Kudus (bahasa JawaHanacaraka ꦑꦸꦢꦸꦱ꧀LatinKudus) adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukotakabupaten ini adalah Kota Kudus, terletak di jalur pantai timur laut Jawa Tengah antara Kota Semarang dan Kota Surabaya. Kota ini berjarak 51 kilometer dari timur Kota Semarang.
Kabupaten Kudus berbatasan dengan Kabupaten Pati di timur,Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Demak di selatan, sertaKabupaten Jepara di barat. Kudus dikenal sebagai kota penghasil rokok(kretek) terbesar di Jawa Tengah dan juga dikenal sebagai kota santri. Kota ini adalah pusat perkembangan agama Islam pada abad pertengahan. Hal ini dapat dilihat dari adanya tiga makam wali/sunan, yaitu Sunan KudusSunan Muria, dan Sunan Kedu.
Sebagian besar wilayah Kabupaten Kudus adalah dataran rendah. Di sebagian wilayah utara terdapat pegunungan (yaitu Gunung Muria), dengan puncak Gunung Saptorenggo (1.602 m dpl), Gunung Rahtawu(1.522 m dpl), dan Gunung Argojembangan (1.410 m dpl). Sungai terbesar adalah Sungai Serang yang mengalir di sebelah barat, membatasi Kabupaten Kudus dengan Kabupaten Demak. Kudus dibelah oleh Sungai Gelis di bagian tengah sehingga terdapat istilah Kudus Barat dan Kudus Timur
.Adapun Tokoh Pendiri Kudus:
  • K.H.R. Asnawi (almarhum)
  • K.H.M. Arwani (almarhum)
  • K.H. Turaichan Ad Djusyarofi (almarhum)-Pakar Almanak/penanggalan Internasional
  • K.H. Ma'ruf Irsyad (almarhum)
  • K.H. Ma'ruf Asnawi (almarhum)
  • K.H. Sya'roni Ahmadi
  • K.H. Mansur,MA (almarhum)
  • K.H. Ulin Nuha Arwani
  • K.H. Ulil Albab Arwani
  • K.H. Achmad Rofiq Hadziq (almarhum)
  • K.H. Subhan ZE (almarhum)
  • Liem Swee Kingl
  • Haryanto Arbi
  • Dr. Syahrir